Brebes, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Brebes mengapresiasi pelaksanaan penelitian Moderasi Beragama Dalam Tradisi Lisan Pada Masyarakat Brebes. Yang dilakukan Balai Litbang Agama Semarang(BLAS). Adapun waktu penelitian dilaksanakan dimasa PPKM level 3 khusus wilayah Brebes, namun peneliti tetap dijalankan mengingat moderasi beragama merupakan program perioritas pemerintah pusat.
Moderasi beragama yang digulirkan Kementerian Agama RI belakangan ini menjadi isu penting bagi penguatan kebangsaan dan keindonesiaan dimana kehidupan beragama memiliki prinsip-prinsip keseimbangan atau jalan tengah atas persolan di masyarakat.
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 12-21/09/2021 oleh Joko Tri Haryanto, Peneliti Ahli Madya dari Balai Penelitian Agama Semarang, yang menyasar responden masyarakat di 3 Kecamatan secara random sampling yaitu masyarakat Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Kersana dan Kecamatan Banjarharjo di Kabupaten Brebes.
“Penelitian ini agar dapat dijadikan sarana mengali tradisi lisan yang menuturkan keseimbangan, kedamaian, keadilan dan harmoni dalam bingkai penghargaan atas penganut agama yang berbeda, keselarasan relasi agama dan adat yang senatiasa seiring sejalan dengan anjuran-anjuran yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan, hal inilah tercermin pada budaya perang centong dalam pembuka acara perkawinan, Nilai-nilai yangbterkandung dalam perang centong inilah menjadi poin penting nilai-nilai moderasi beragama yang tercermin dalam teks tradisi lisan masyarakat Brebes, ungkapan Joko dalam obrolan ringan di ruang tamu Kankemenag. Brebes
Mad Soleh berkeinginan agar hasil dari penelitian yang dilaksanakan oleh BLAS terus mengangkat tradisi yang telah ada dan hidup di masyarakat Brebes. Dengan pendekatan-pendekatan kearifian lokal dalam rangka membangunan masyarakat majemuk Indonesia yang berkepribadian luhur dan ber-Bhineka Tunggal Ika.
“Bagi saya ini menunjukan apa yang dilakukan oleh BLAS merupakan langkah nyata yang bisa diselaraskan dengan visi dan misi Kementerian Agama dalam rangka membina persatuan dan kesatuan Indonesia agar tetap utuh menjadi negara yang berdaulat, mandiri dan berkeadilan dalam bingkan NKRI”. ujarnya.
“Untuk penelitian ini kami memberikan apresiasi, pertama karena penelitian ini sebuah keseriusan dalam membangun moderasi beragama di tengah masyarakat yang plural, penelitian berani masuk ke masyarakat adat. Bila ada kekurangan itu hal yang wajar, pasti semua ada kekurangan. Tapi kekurangan ini tidak mempengaruhi hasil penelitian karena sifatnya situasional, karena penelitian dilakukan saat pandemi covid-19 dan waktu yang singkat. Kedua, ini masih penelitian pertama, saya merekomendasi pada penelitian lanjutan bisa menjadi pelengkap dari penelitian sekarang. Karena penelitian ini pasti berguna bagi masyarakat luas,” imbuh Mad Soleh
Tradisi lisan juga terbukti telah berperan tidak saja dalam menjaga marwah suatu bangsa, tetapi juga mampu menciptakan industri kreatif. Keragaman tradisi merupakan kekayaan kultural yang penting dijaga bagi keberlangsungannya, dengan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masa kini. Karena tradisi, seperti ritual adat, seni pertunjukan, hingga sastra lisan yang diwariskan turun-temurun tersebut, berisi banyak petuah kebaikan tanpa menggurui guna membangun marwah suatu bangsa.
“Marwah itu mempertinggi peradaban. Jadi kalo nilai-nilai tradisi lisan bisa dijunjung dan dilestarikan oleh masyarakat, terutama generasi mudanya, sehingga melahirkan karakter berdasar pada tradisinya tersebut maka ketika ada pengaruh budaya luar mereka /masyaratak sudah kuat dan tidak terpengaruh,” pungkasnya.
Sedangkan Kepala Kantor Kementerian Agama Brebes H. Fajarin ketika diminta saran dan pendapatnya melalui platform whatshapp mengatakan bahwa “Kegiatan yang dilaksanakan BLAS mengungkapkan tradisi lisan yang mengandung ajakan moderasi beragama penting untuk di sebarluaskan baik melalui media elektronik maupun media social. Di sini pentingnya Kementerian Agama menjadikan inti sari moderasi beragama dalam tradisi lisan masyarakat lokal sebagai bahan penyusun buku induk moderasi beragama, sebagai perbandingan dan melengkapi narasi moderasi dari perspektif agama-agama”. harapnya.
Kegiatan yang dilakukan selama 10 hari, mulai 12-21 September 2021 melibatkan responden yang terdiri dari pelaku dalam perang centong, masyarakat yang melaksanakan hajat pernikahan dan masyarakat sekitar. (Hid.)