Oleh: Moh. Tauhid
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar visi politik, melainkan cita-cita kolektif bangsa untuk menjadi negara maju, berdaulat, dan berdaya saing tinggi tepat satu abad setelah kemerdekaan. Di tengah tantangan global, generasi muda menjadi aktor utama dalam mewujudkan mimpi besar ini. Dalam konteks pembangunan karakter dan prestasi generasi muda, Porseni (Pekan Olahraga dan Seni) menjadi wadah strategis yang menggabungkan semangat kompetisi, kreativitas, dan nilai-nilai kebangsaan. Khususnya bagi generasi muda Islam, Porseni bukan hanya ajang unjuk bakat, tetapi juga ruang pembentukan jati diri.
Sejarah porseni di lingkungan pendidikan Islam telah berlangsung sejak dekade awal kemerdekaan. Lembaga-lembaga seperti madrasah dan pesantren menjadikan olahraga dan seni sebagai bagian integral dari pendidikan karakter, meski dalam bentuk yang sederhana dan lokal. Seiring waktu, porseni berkembang menjadi ajang nasional yang melibatkan ribuan pelajar dari berbagai daerah. Kegiatan ini tidak hanya mempertemukan atlet dan seniman muda, tetapi juga memperkuat jejaring antar lembaga pendidikan Islam.
Dalam Islam, olahraga dan seni memiliki tempat yang terhormat. Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk belajar memanah, berenang, dan berkuda—bukan semata untuk fisik, tetapi juga untuk ketahanan mental dan spiritual.
Seni dalam Islam juga berkembang dalam bentuk kaligrafi, musik tradisional, sastra, dan teater. Semua ini menjadi ekspresi budaya yang memperkaya identitas umat sekaligus memperkuat nilai-nilai moral.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus mencakup tiga aspek: olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Porseni secara ideal menggabungkan ketiganya, menjadikannya sarana pembinaan yang holistik. John Dewey, filsuf pendidikan asal Amerika, menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam proses belajar. Porseni memberikan pengalaman nyata tentang kerja keras, sportivitas, dan kolaborasi.
Dalam perspektif Paulo Freire, pendidikan harus membebaskan dan memberdayakan. Porseni membuka ruang bagi pelajar untuk mengekspresikan diri, melawan ketidakpercayaan diri, dan membangun keberanian tampil di publik.
Di era digital, tantangan generasi muda semakin kompleks. Ketergantungan pada gawai, minimnya interaksi sosial, dan lemahnya daya tahan fisik menjadi isu yang harus diatasi melalui kegiatan seperti Porseni. Olahraga melatih disiplin, ketekunan, dan semangat juang. Seni mengasah empati, kreativitas, dan kepekaan sosial. Keduanya saling melengkapi dalam membentuk karakter yang tangguh dan berintegritas.
Dalam Porseni, nilai-nilai Islam seperti kejujuran, tanggung jawab, dan ukhuwah dijadikan landasan. Ini penting agar prestasi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga bermakna secara spiritual dan sosial.
Pemerintah dan lembaga pendidikan Islam perlu memperkuat dukungan terhadap PORSENI. Fasilitas, pelatihan, dan pendanaan harus ditingkatkan agar potensi generasi muda bisa berkembang maksimal. Indonesia Emas 2045 membutuhkan generasi yang sehat jasmani dan rohani, kreatif, berdaya saing, serta memiliki semangat kebangsaan. Porseni adalah salah satu jalan menuju profil ideal tersebut.
Dalam konteks global, banyak negara maju yang menempatkan olahraga dan seni sebagai prioritas pendidikan. Jepang, misalnya, menjadikan klub ekstrakurikuler sebagai bagian wajib dari pembentukan karakter siswa. Di Indonesia, pesantren dan madrasah memiliki keunikan tersendiri. Pembinaan olahraga dan seni di lingkungan ini tidak hanya berorientasi pada prestasi, tetapi juga pada nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan lokal.
Porseni juga menjadi ajang inklusif, di mana pelajar dari berbagai latar belakang bisa saling mengenal dan menghargai perbedaan. Ini penting dalam membangun Indonesia yang plural dan toleran. Generasi muda Islam harus melihat Porseni sebagai panggung untuk menunjukkan bahwa mereka bukan hanya religius, tetapi juga prestatif, kreatif, dan siap bersaing secara global. Dengan semangat Porseni, generasi muda bisa membuktikan bahwa Islam bukan penghalang kemajuan, melainkan sumber inspirasi untuk berprestasi dan berkontribusi bagi bangsa. Menuju Indonesia Emas 2045, PORSENI bukan sekadar event tahunan, tetapi gerakan pembinaan karakter yang berkelanjutan. Dari lapangan olahraga dan panggung seni, lahirlah pemimpin masa depan yang tangguh, berakhlak, dan visioner.