Oleh: Moh. Tauhid (penulis Humas Kemenag Brebes)
Setiap kali Muharram tiba, umat Islam menyambutnya dengan perenungan, bukan perayaan semata. Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar pergantian waktu, melainkan momentum untuk menakar kembali makna perjuangan, hijrah, dan harapan di tengah dunia yang terus bergejolak oleh perang dan krisis ekonomi.
Penetapan kalender Hijriyah berakar pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah, yang menjadi tonggak awal kehidupan umat Islam sebagai komunitas mandiri. Atas usulan Umar bin Khattab RA pada tahun ke-17 Hijriyah, dimulailah sistem penanggalan ini untuk menyatukan umat dalam satu titik sejarah.
Hijrah bukan pelarian, tetapi strategi menuju masa depan lebih baik. Saat Nabi ﷺ bersama Abu Bakar RA meninggalkan Mekah, mereka membawa serta tekad untuk membangun masyarakat berbasis tauhid, keadilan, dan kasih sayang—nilai-nilai yang kini sangat dirindukan di tengah dunia yang penuh luka.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengabadikan momen hijrah dalam firman-Nya: > “Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengusirnya…” (QS. At-Taubah: 40)
Seiring waktu, kalender Hijriyah berkembang menjadi sistem waktu yang digunakan tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga dalam pendidikan, ekonomi syariah, dan penanggalan sosial umat Islam. Meski bersifat lunar dan berbeda dari kalender Gregorian, ia sarat makna historis dan spiritual.
Namun, pergantian tahun ini hadir di tengah deru konflik bersenjata yang mencabik berbagai belahan dunia. Dari Palestina yang dibombardir, Sudan yang dilanda perang saudara, hingga para pengungsi di belahan Asia dan Afrika, luka-luka kemanusiaan terasa begitu nyata.
Dalam kondisi seperti ini, semangat hijrah perlu dihidupkan bukan hanya dalam makna fisik, tetapi hijrah mental: berpindah dari sikap acuh ke peduli, dari keputusasaan menuju semangat gotong royong. Nabi ﷺ bersabda: > “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Krisis ekonomi pun tak kalah mengguncang. Kenaikan harga pangan, kelangkaan energi, dan ketimpangan ekonomi global membuat jutaan keluarga Muslim kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Tahun baru ini pun menjadi saat yang tepat untuk menguatkan semangat solidaritas dan berbagi.
Di masa lalu, kaum Anshar membuka hati dan rumah mereka untuk para Muhajirin tanpa pamrih. Nilai ini menjadi teladan saat kita dihadapkan pada krisis modern: mampukah kita menjadi Anshar bagi sesama hari ini?
Dalam konteks ini, zakat, wakaf, dan sedekah menjadi aplikasi langsung dari semangat Hijriyah yang kini sangat dibutuhkan. Tanggal-tanggal penting dalam kalender Hijriyah menjadi acuan utama bagi distribusi dan manajemen dana umat.
Tidak hanya dalam ranah ekonomi, kalender Hijriyah kini semakin banyak diintegrasikan ke dalam aplikasi digital umat. Dari penanda waktu shalat, jadwal puasa sunnah, hingga pengingat momen spiritual, semuanya bisa diakses dalam genggaman.
Visualisasi kalender Hijriyah modern bahkan telah menjadi bagian dari branding lembaga dan organisasi keislaman. Desain interaktif, infografis perayaan, dan ilustrasi hijrah Nabi ﷺ menjadi sarana edukatif bagi generasi muda Muslim.
Dalam dunia pendidikan, banyak lembaga kini menekankan pemahaman sejarah Hijrah sebagai bagian dari pembelajaran karakter. Hijrah dipahami bukan sebagai kisah masa lalu, tetapi sebagai inspirasi perubahan diri dan sosial yang relevan hingga hari ini.
Maka di tengah kekacauan global, Tahun Baru Hijriyah datang membawa pesan mendalam: bahwa perubahan sejati bermula dari niat, seperti sabda Rasulullah ﷺ: > “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan seseorang mendapatkan sesuai dengan niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari peristiwa hijrah kita belajar bahwa ujian besar bisa melahirkan peradaban. Dunia mungkin sedang kacau, tetapi dengan semangat hijrah—berani berubah, bersabar, dan bersinergi—kita bisa menyalakan harapan baru, sekecil apa pun langkahnya. Akhirnya, Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar awal hitungan waktu. Ia adalah panggilan untuk hijrah dari keheningan menuju suara kebaikan, dari pasif menuju aktif, dari ketakutan menuju keteguhan. Mari sambut tahun baru ini dengan tekad baru, hati yang bersih, dan aksi nyata.